Yang Asing

🥀
4 min readFeb 26, 2023

14 Februari 2023, Di hangat rengkuh tak familiar

Acara usai, dan semua kembali pada hidup masing-masing. Namun tidak untuk Asoka yang untuk pertama kalinya kembali, namun ke tempat yang asing baginya.

Dengan orang asing yang kini menjadi seuaminya.

“Jalanan lebih menarik ya?”

Nalendra mencoba memecah hening yang mengurung. Ada sedikit kebingungan yang hinggap saat melihat Asoka seolah menganggapnya tak ada.

“Biasa aja.”

“Hei, kenapa? Ada yang ganggu pikira-” tangan Nalendra ditepis kasar saat mencoba menggenggam tangan mungil Asoka.

Nalendra sama sekali tidak mengerti dengan lajur pikir yang lebih muda, Asoka berubah dari seorang laki-laki polos yang manis menjadi seseorang berkepala panas dalam waktu dekat.

Mencoba mengerti (karna setidaknya itu yang pernah Asoka katakan. Coba mengerti, memahami, dan mengikhlaskan), Nalendra memilih untuk diam hingga di dalam tempat tinggal barunya.

“Mandi dulu, saya bantu rapikan kop-”

“Ga perlu. Aku tidur di kamar anak.” Nalendra benar-benar hilang arah, dan ini sudah berlebihan.

“Asoka?”

“Apa? Well it’s not that we’re going to make a baby, right?”

Kehilangan kata, yang kini menjadi kepala keluarga hanya terdiam, membisu atas kalimat sang suami. Memutuskan untuk tidak berpikir, takut-takut menyalah artikan kalimat ambigu tersebut.

Senyum miring ditunjukkan Asoka atas reaksi Nalendra yang tepat seperti dugaan. “Nor adopting one.” lanjutnya santai dan berbalik, menyeret kopernya untuk masuk ke-seharusnya-kamar anak.

“Hei.”

Pergelangan tangan yang lebih muda ditarik untuk kembali berdiri di hadap, sebelum akhirnya mengunci pinggang yang…cukup membuat Nalendra terkejut, pas di dalam lingkar peluknya.

Did i do something that make you mad?”

“Yes? No? Maybe?” nada datar dalam bicaranya membuat emosi Asoka sama sekali tidak terbaca. Katakanlah ego terlanjur dibangun tinggi, karna dirinya memutuskan untuk diam dan melawan aura dominan yang melebur dari suaminya.

“Apa?”, “Apanya yang apa?” tanya balik Asoka berikan, tidak mengerti arah pembicaraan.

“Kalau kamu tau salah saya, bilang.” wajah dibuang, tidak ingin menatap yang lebih tua semakin lama.

Melihat Asoka yang semakin tidak nyaman, rengkuh dilepas agar setidaknya lawan bicara akan kembali membuka suara. Mata diarahkan ke sana dan ke mari, ke manapun asal bukan wajah yang menunggunya berkata-kata.

“Asoka? Hei….” tanpa sadar Asoka merasakan usapan lembut di pipinya. Nalendra, mengelus pipinya dengan ibu jari.

“Lo- maksudnya…Kak Nalen- aku, anu-” lidahnya kelu, entah mengapa namun ragu kini menyelimuti benaknya. Bingung apakah seluruh narasi di kepalanya harus ia keluarkan atau tidak.

“Pelan-pelan bicaranya, sayang.”

Asoka ingin menghilang dari bumi saat itu juga.

Satu tarikan napas diambil Asoka sebelum tersenyum. Senyum paling manis yang bisa dirinya berikan saat itu. “Aku cuma capek, ga biasanya acara sebegininya. Takut moodku ganggu, jadi aku diemin Kak Nalen dari tadi. Itung-itung bales dendam si, udah bikin bete.”

“Bikin bete? Kenapa?” anggukan Asoka berbalas helaan napas Nalendra yang…entahlah apa maksudnya.

“Saya minta maaf kalau buat kamu ga enak mood, tapi bisa kamu kasih tau? Salah apa yang saya buat?”

“Kak Nalen tadi di-” Nalendra masih diam, menunggu ucapan Asoka yang tergantung pada bilah bibirnya. Kedua sudut dalam alisnya saling bertautan, seakan menimang tentang apa yang akan dikatakannya. “Kak Nalen tadi di mana? Aku sendiri, aku bingung harus jawab apa waktu tamu tanya ‘mana suami kamu?’, waktu harusnya Kak Nalen di sebelahku.”

Dan lagi, kata maaf Nalendra menjadi penutup percakapan malam itu. Matanya naik turun memperhatikan Asoka yang berubah dari tenang menjadi salah tingkah, tidak nyaman dilihat seolah ditelanjangi dengan tangan kosong.

Nalendra menarik sebelah tangan Asoka, “Ayo mandi.” mata yang lebih muda membulat, tangan yang digenggam secara spontan dihempas agar dapat berlari dan berlindung di balik sofa beserta bantal-bantal besarnya.

“HAH????” yang lebih tua hanya tertawa, tergelitik melihat tingkah Asoka yang…sangat berbeda dari menit lalu. “Kamar mandi ada dua, Soka. Saya ga akan apa-apakan kamu. Cuma mau ajak bongkar kardus itu untuk ambil alat mandi.” jari tunjuk melayang di udara, mengarah pada tumpukan kotak yang begitu saja diabaikan di dekat pintu masuk.

“Janji?” Asoka mencicit dan Nalendra membeo, “Janji.”

“Saya ga akan sentuh kamu kalau kamu ga izinin saya.” oh si keras kepala itu tau concent juga ternyata, pikir Asoka, masih berlindung di balik bantal.

Asoka tidak bergerak, begitu pula Nalendra yang tak henti-hentinya menatap, seolah ingin mencabik dan membaca seluruh isi pikiran yang lebih muda.

“Kak, aku serius…aku ga mau sekamar.”

“Boleh tau kenapa?” Nalendra mendekat, duduk di sebelah Asoka yang berusaha menyamankan posisi duduknya.

“Belum nyaman? Ga tau…takut, ragu, sama…asing.”

Asing, bukan kata yang Nalendra suka. Tidak selama kata itu keluar dari bibir seseorang yang ingin ia usahakan bahagianya. Tidak selama kata itu berasal dari ucap seseorang yang seharusnya menjadi miliknya.

“Ga apa-apa, tadi saya juga bilang kan? Saya ga akan maksa kalau kamu ga mau.”

“Kak…aku minta waktu ya. Aku minta waktu untuk akhirnya terbiasa dan bisa terima semuanya, aku minta waktu untu nantinya betul-betul bisa jadi milik kakak…aku minta waktu, untuk bisa jatuh cinta.”

“Asoka, kita sama-sama belum saling mengerti, kita sama-sama belum jalan di tapak yang sama. Kita…sama-sama belajar, ya?”

Asoka tidak menjawab, tubuhnya bak pesawat dengan auto pilot yang melayang untuk akhirnya mendarat dalam peluk yang lebih tua. Menenggelamkan wajah dalam dada yang lebih tua, menghirup aroma maskulin tubuhnya dan mencoba membiasakan diri dengan hangat yang baru.

“Gantian saya yang punya permintaan, boleh?” anggukan diberi sebagai tanda persetujuan, hingga-

“Saya…memang cuti sampai lusa. Tapi ada urusan darurat di RS, saya boleh pergi? Besok pagi.”

Oh ya Tuhan.

“Aku berhak untuk bener-bener ngerasa pantes jadi pendamping kamu ga si, kak? Apa aku ga layak untuk ngerasa sekarang aku punya kamu dan kamu punya aku? Aku boleh ga kak, ngerasa damai dan bahagia sekali aja?”

Dan Nalendra tidak mengerti.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

No responses yet

Write a response